Popular Post

Anjing dan Hukumnya Dalam Islam

By : Hakku
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

" Ya Ahlil Baiti " , lama tidak berjumpa !  Ini adalah posting terbaru . Karena ada permintaan dari seorang Hawa yang ingin tahu tentang anjing dalam pandagan Islam . Oke , langsung saja 



Anjing adalah hewan yang diharamkan dalam Islam . Baik haram saat dimakan dan najis saat terkena air liurnya. Namun hukum tentang najisnya anjing tidak dapat ditemukan di Al-Quran melainkan di Sunah Nabawiyah ( Segala perbuatan, perkataan, dan hal yang didiamkan oleh Rasulullah SAW ) . 

Berikut dalil tentang Haramnya anjing untuk dikonsumsi  :
  • كُلُّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ
    Setiap binatang buas yang bertaring, maka memakannya adalah haram.” (HR. Muslim no. 1933)

  • أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – نَهَى عَنْ أَكْلِ كُلِّ ذِى نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ .
    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan setiap hewan buas yang bertaring.” (HR. Bukhari no. 5530 dan Muslim no. 1932)

  • نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنْ الطَّيْرِ
    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring, dan setiap jenis burung yang mempunyai kuku untuk mencengkeram.” (HR. Muslim no. 1934)

  • قَالَ أَصْحَابنَا : الْمُرَاد بِذِي النَّاب مَا يُتَقَوَّى بِهِ وَيُصْطَاد
    “Yang dimaksud dengan memiliki taring adalah –menurut ulama Syafi’iyah-, taring tersebut digunakan untuk berburu (memangsa).” (Syarh Shahih Muslim, 13: 83). Dari definisi ini, anjing berarti termasuk dari hewan yang diharamkan untuk dikonsumsi.

  • خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِى الْحَرَمِ الْفَأْرَةُ ، وَالْعَقْرَبُ ، وَالْحُدَيَّا ، وَالْغُرَابُ ، وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ
    Ada lima jenis hewan fasiq (berbahaya) yang boleh dibunuh ketika sedang ihram, yaitu tikus, kalajengking, burung rajawali, burung gagak dan kalb aqur (anjing galak).” (HR. Bukhari no. 3314 dan Muslim no. 1198)
Berikut dalil tentang najisnya air liur anjing dalam Islam :


عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم 
طهور إناء أحدكم إذا ولغ فيه الكلب أن يغسله سبع مرات, أولاهن بالتراب)) صحيح أخرجه مسلم

Dari Abu Hurairoh –radiyallahu ‘anhu- berkata, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda “Sucinya wadah salah seorang di antara kalian apabila anjing menjilat di dalamnya adalah dengan mencucinya tujuh kali, yang pertama kalinya dengan debu (Shahih riwayat Muslim )

  • في لفظ (( فليرقه )) وللترمذي (( أخراهن, أو أولاهن بالتراب

    Dalam riwayat lain, “maka hendaknya ia menumpahkannya (terlebih dahulu)”, oleh At Tirmidzi "terakhirnya, atau yang pertamanya dengan debu”

  • طَهُروْرُ إِنَاَءِ أَحَدِكُمْ إذَا وَلَغَ فِيْهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ اُوْلاَهُنَّ بِالتُّرَابِ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, " Sucinya bejana kalian yang dimasuki mulut anjing adalah dengan mencucinya 7 kali, salah satunya dengan tanah" [HR Muslim no. 420 dan Ahmad 2/427]

Dalam hadits di atas dapat disimpulkan bahwa :
  • Anjing itu najis, demikian juga anggota tubuh dan kotorannya, seluruhnya najis.
  • Najisnya adalah najis yang paling berat.
  • Tidak cukup untuk menghilangkan najisnya dan bersuci darinya kecuali dengan tujuh kali cucian.
  • Jika anjing menjilat ke dalam wadah, maka tidak cukup membersihkan jilatannya dengan dibersihkan saja, tetapi mesti dengan menumpahkan isi di dalamnya kemudian mencuci wadah tersebut sebanyak tujuh kali, salah satunya dengan debu.
  • Wajibnya menggunakan debu sekali dari tujuh kali cucian, dan yang lebih utama pada cucian pertama sehingga air digunakan untuk cucian selanjutnya.
  • Penggunaan debu tidak boleh digantikan dengan pembersih lainnya karena:
    • Dengan debu dihasilkan kebersihan yang tidak diperoleh jika menggunakan bahan pembersih lain.
    • Tampak dari kajian ilmiah bahwa debu memiliki kekhususan dalam membersihkan najis ini, tidak seperti pada bahan pembersih lainnya. Ini merupakan salah satu mukjizat ilmiah pada syariat Muhammad ini yang beliau tidak berbicara dari hawa nafsunya, melainkan berdasarkan wahyu yang diwahyukan kepadanya.
    • Sesungguhnya debu adalah kata yang tercantum di dalam hadits, wajib kita mengikuti nash. Seandainya ada benda lain yang boleh menggantikannya maka tentu telah datang nash yang menjelaskannya. “Dan tidaklah Rabb-mu lupa” (al ayah).
  • Menggunakan debu boleh dengan mencampurkan air dengan debu atau mencampurkan debu dengan air atau dengan mengambil debu yang telah bercampur dengan air, lalu tempat yang terkena najis dicuci dengannya. Adapun dengan mengusap tempat najis dengan debu saja, maka tidak sah.
  • Telah tetap secara medis dan terungkap melalu alat mikroskop dan alat modern lainnya bahwa di dalam air liur anjing terdapat mikroba dan penyakit yang mematikan dan air saja tak dapat menghilangkannya kecuali disertai dengan debu. Tidak ada cara lain. Maha suci Allah Yang Maha Mengetahui lagi Memberi tahu.
  • Makna lahiriyah hadits ini adalah umum untuk seluruh jenis anjing, dan ini adalah pendapat jumhur ulama. 
" Lalu , bilamana bila seorang muslim memelihara seekor anjing ? Bolehkah ? "

Untuk menjawab pertanyaan tersebut , kita dapat menyimpulkannya dari hadits berikut :


  • مَنِ اقْتَنَى كَمبًا إِلاَّ كَلْبَ مَا شِيَةٍ أَوْ كَلْبَ صَيْدٍ نَقَصَ مِنْ عَمَلِهِ كُلَّ يَوْمِ قِيْرَاطُ

    Barangsiapa memelihara anjing selain anjing untuk menjaga binatang ternak dan anjing untuk berburu, maka amalannya berkurang setiap harinya sebanyak satu qirâth (satu qirâth adalah sebesar gunung Uhud)." [HR. Muslim no. 2941].

  • أَيُّمَا أَهلِ دَارٍ اتَّخَذُواكَلْبُا إِلاَّ كَلْب مَا شِيَةٍ أَوْ كَلبَ صَا ئِدٍ نَقَصَ مِنْ عَمَلِهِمْ كُلَّ يَوْمٍ قِيْرَاطَانِ

    Penghuni rumah mana saja yang memelihara anjing selain anjing untuk menjaga binatang ternak atau anjing untuk berburu, maka amalannya berkurang setiap harinya sebanyak dua qirâth.[HR. Muslim no. 2945].

  • مَنْ أَمْسَكَ كَلْبًا فَإِنَّهُ يَنْقُصُ كُلَّ يَوْمٍ مِنْ عَمَلِهِ قِيْرَاطُ إِلاَّ كَلْبَ حَرْثٍ اَوْ مَا شِيَةٍ

    Barangsiapa memelihara anjing, maka amalan shalehnya akan berkurang setiap harinya sebesar satu qirâth, selain anjing untuk menjaga tanaman atau hewan ternak. [HR Muslim no. 2949].
Dari hadits di atas dapat dismpulkan bahwa :
" Seorang muslim tidak dilarang untuk memelihara anjing . Namun anjing tersebut dipelihara dengan beberapa tujuan seperti berburu , menjaga hewan ternak , dan semacamnya . Dan selagi muslim tersebut tidak terkena air liurnya , maka tidak perlu bersuci . Namun , apabila muslim tersebut memelihara anjing selain tujuan dia atas , maka muslim tersebut akan dikurangi amalan sholehnya sebesar satu qiroth setiap harinya ."

" Dan bagaimana dengan seorang muslim yang menjual anjing ? "

Untuk menjawab pertanyaan di atas , simaklah hadits berikut :



  • أَنَّ رَسُو لَاللَّهِ صَلَى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَم نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِيِّ وَحُلوَانِ الْكَا هِنِ

    Rasulullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang hasil penjualan anjing, mahar (hasil) pelacur, dan upah dukun. [Diriwayatkan oleh Imam, Ahmad 4/118-119, 120, al-Bukhâri 7/28 dan Muslim no. 1567.]
Sampai di sini saja , kurang lebihnya mohon maaf . Tetaplah menjaga keimanan kalian dan semoga Allah selalu bersama kalian . Amiin ...

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Syara' Bagi Kaum Hawa

By : Hakku

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Oke " Ya Ahlil Baiti " ini adalah posting ke-7 . Posting spesial bagi para kaum Hawa . 
Baik , langsung saja ... !  

Kaum Hawa / Wanita adalah makhluk yang diistimewakan oleh Allah SWT . Karena begitu cintanya Allah kepada Kaum Hawa , maka Allah memberikan berbagai peraturan / Syara' kepada Kaum Hawa untuk menjaga harga diri mereka , untuk melindungi mereka , dan untuk kebaikan kehidupan mereka . 
Maka Allah SWT memberikan beberapa syara' seperti Menutup Aurat , Syara' ketika Haid dan Nifas , dsb. 





Yang Pertama Saya Akan Membahas Tentang Pakaian Yang Baik Bagi Wanita .

Pakaian Yang Baik Bagi Wanita .
Wanita diibaratkan sebagai makhluk yang indah . Keindah wanita tersebut bukan untuk dipamerkan , bukan untuk dijual , dan bukan untuk disia- siakan . Karenanya setiap wanita hendaknya selalu menjaga keindahan mereka . Sebenarnya , Allah begitu menjaga mereka , begitu mengistimewakan mereka . Maka Allah memerintahkan mereka untuk menutup aurat mereka . Aurat adalah bagian tubuh yang dilarang diperlihatkan di hadapan seseorang yang bukan Muhrim-nya . Banyak kaum hawa berfikir menutup aurat tidak membuat mereka cantik . Sebenarnya itu adalah hal yang salah . Ketika kalian menutup rambut kalian dengan kerduung , ketika kalian meutup tubuh kalian dengan pakian yang rapi , dan mebutupi aurat kalian ,  maka Allah akan memancarkan kecantikan kalian yang sesungguhnya . Kalian akan terlihat berbeda , kalian akan terlihat lebih cantik . Bukan hanya di mata manusia , tapi pula di mata Allah . 

Berikut Pakaian yang Baik  Bagi Wanita :
  1. Pakain tersebut tidak boleh terlalu ketat , sehingga membentuk tubuh sang wanita .Haram bagi wanita tersebut memperlihatkan bentuk tubuhnya pada orang yang bukan muhrimnya .
  2. Pakailah pakaian yang meutup aurat . Itu berarti wanita itu memakai pakaian yang menutupi dari ujung rambut hingga ujung kaki . Yang boleh terlihat hanyalah , wajah , telapak tangan , dan telapak kaki . Tapi ada beberapa anggapan hendaknya wanita juga memakai cadar , guna menutupi wajahnya , agar orang lain tidak bernafsu saat melihat kecantikannya . Contohnya pakian yang menutup aurat , seperti dress panjang dengan lengan panjang . Selain itu , menutup aurat juga dapat menambah pahala kita .
  3. Jangan gunakan pakaian yang transparan . Ketika kalian ( kaum hawa ) ingin membeli pakian yang berwarna putih , hendaklah kalian lihat  terlebih dahulu . Akankah pakian putih tersebut akan memperlihatkan tubuh kalian saat pakaian tersebut terkena sinar matahari / cahaya . Bila terpaksa , membelinya , karena tidak ada yang lain . kalian juga bisa menggunakan pakaian double / memakai pakain di dalam pakian putih tersebut .
  4. Pakailah kerudung yang meutupi hingga bagian di bawah dada kalian ( kaum hawa ) . Boleh saja kalian menggunakan hijab , tapi hendaknya kerudung hijab tersebut menutupi hingga bagian bawah dada kalian . Akan lebih baik lagi kerudung tersebut menutupi hingga bagian pinggang kalian . 
  5. Untuk kaum hawa , sebenarnya penggunaan parfum dilarang , dan hal tesebut telah tercantum dalam beberapa kitab . Namun , pada zaman sekarang ini , ada yang beranggapan bahwa bila tidak menggunakan parfum akan mengganggu orang lain sehingga menimbulkan dosa . dikarenakan , bau badan kita yang menyengat saat tidak menggunakan parfum . Oleh karena itu , kita akan mengambil jalan keluarnya saja . Gunakanlah parfum , yang khusus untuk menghilangkan bau badan , namun baunya tidak menyengat . Karena jika menyengat akan menimbulkan nafsu bagi orang lain . 
  6. Beberapa wanita , ingin mempercantik kuku mereka . bila ingin mempercantik kuku kalian , hendaknya kalian tidak menggunakan Kutek Kuku , Karena barang tersebut akan mengahalangi air wudhu masuk ke dalam kuku kalian . Sehingga , sholat kalian tidak sah . Untuk itu , gunakanlah pewarna kuku yang tidak menghalangi jalan masuknya air wudhu , seperti pewarna yang banyak di gunakan oleh orang - orang mekkah yaitu Pewarna Kuku Rani .  
  7. Penggunaan tato itu dilarang . Alasannya , karena menghalangi , jalan masuknya air pada tubuh saat berwudhu .
  8. Penggunaan pewarna rambut juga dilarang . Alasannya , karena kalian dianggap tidak mensyukuri nikmat yang Allah berikan . Pewarnaan rambut tersebut diperbolehkan , apabila suami kalian yang memintanya . Dan haram hukumnya , bila rambut tersebut terlihat orang yang bukan muhrim , selain suami kalian .
  9. Jangan lupa membaca " Basmalah " atau " Do'a mengenakan pakaian" sebelum kalian memakai pakaian , agar pakaian yang kalian kenakan tadi membawa berkah untuk kalian

Yang Kedua Saya Akan Membahas Tentang Cara Menyucikan Diri Dari Haid dan Nifas .

Haid , Nifas , dan Darah Penyakit Serta Cara Menyucikannya
Haid / Nifas diberikan Allah kepada Kaum Hawa , guna meringankan beban mereka . Itu pula merupakan wujud kecintaan Allah pada wanita . 

  1. Haid ( kotoran ) adalah keadaan tidak suci seorang wanita karena darah yang keluar dari rahimnya . Biasanya haid terjadi pada wanita yang telah baligh . Sekecil - kecilnya seorang wanita haid ialah saat berumur 9 tahun , dan haid tersebut biasanya akan berhenti dengan sendirinya ketika berumur 60 tahun . Lamanya haid paling sedikit sehari semalam ( seperti pada putri kesayangan Nabi Muhammad , yakni Siti Fatimah )  dan paling lama 15 hari 15 malam . 
  2. Nifas adalah keadaan tidak suci seorang wanita karena darah yang keluar dari rahimnya setelah ia melahirkan . Lamanya nifas paling sedikit adalah sekejap , dan paling lama 60 hari . 
  3. Darah Penyakit adalah darah yang keluar dari rahim wanita karena sesuatu penyakit yang ada dalam tubuhnya . Wanita yang sedang berdarah penyakit tetap diwajibkan sholat , dan tetap pula mengerjakan ibadah yang lain . Apabila ingin mengerjakan sholat hendaklah wanita tersebut mengganti pembalutnya dengan yang baru untuk 1 kali sholat . Dan begitu seterusnya , bila dia menjalankan sholat 5 kali . 
Cara Menyucikan Darah Haid dan Nifas :
Haid dan nifas dapat disucikan dengan Mandi Wajib . Mandi Wajib artinya kalian mengalirkan air ke seluruh tubuh secara merata dengan diawali niat . 
Cara mandi wajib hampir sama saat kalian mandi dalam keseharian . Perbedaannya dalam mandi wajib kalian harus mengikuti fardhu / rukunnya , supaya mandi tersebut sah , dan kalian menjadi suci .

Fardhu / Rukun Mandi Wajib : 

  1. Niat 
  • Niat mandi karena Haid :
BISMILLAHI RAHMANI RAHIM NAWAITUL GHUSLA LIRAF’IL HADATSIL AKBAR MINAL HAIDI FARDLON LILLAHI TA’ALA
  • Niat mandi karena nifas :
BISMILLAHI RAHMANI RAHIM NAWAITU GHUSLA LIRAF’IL HADATSIL AKBAR MINAN NIFASI FARDLON LILLAHI TA’ALA

     2. Mengalirkan air keseluruh tubuh secara merata .
     3. Menghilangkan najis dari tubuh

Sunah Mandi Wajib :
  1. Membaca " Basmalah " pada permulaan mandi
  2. Berwudhu sebelum mandi
  3. Mengosok seluruh tubuh dengan tangan
  4. Mendahulukan bagian tubuh sebelah kanan daripada kiri
  5. Berurutan 
Sunah mandi wajib boleh dilakukan dan boleh tidak dilakukan . Tapi , akan lebih baik bila kalian melakukannya . Karena akan menambah pahala untuk kalian . 


Yang Terakhir Saya Akan Membahas Wanita dalam Rumah Tangga

Wanita Dalam Rumah Tangga



Menjadi seoarng isteri dan memiliki anak adalah impian kebanyakan wanita . Karena itu , hendaklah kalian ( kaum hawa ) menjadi istri yang Sholehah . 
Karena hanya dengan menjadi isteri yang sholehah , maka kalian akan dengan mudah masuk ke dalam Syurga Allah . Insyaallah . 

" Jadilah seorang isteri yang sholehah layaknya Siti Fatimah , Dan jadilah suami yang sholeh layaknya Ali  bin Abi Tholib . "

Ilmu Dalam Agama Islam

By : Hakku

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Ketemu lagi " Ya Ahlil Baiti " ,

Ini adalah postng ke-6 . Alhamdulillah ....
Posting membicarakan tentang ilmu . Pasti diantara " Ya Ahlil Baiti " ada yang masih bersekolah . Ketika kalian bersekolah dan belajar bersama teman - teman untuk mendapatkan ilmu yang kalian butuhkan . Tapi , untuk apa ilmu tersebut ? Bagaimana hukumnya dalam Agama Isla ? ,dan Apakah ilmu dapat membawa kita ke dalam Syurga Allah ? 
Untuk Menjawab itu semua  , saya telah menyediakan E-Book untuk kalian , semoga bermanfaat ...


Gambar diatas menunjukkan kekompakan antar sesama muslim dalam mencari ilmu

untuk mendownload E-Book tentang ilmu , silahkan kilik DI SINI
untuk melihat tampilan E-Book klik DI SINI



Sirah Nabawiyah

By : Hakku


السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Ketemu lagi " Ya Ahlil Baiti " , 
Ini adalah posting ke-5 , dengan judul Sirah Nabawiyah atau Sejarah Nabi . Untuk posting ke-5 ini , saya akan membuat " Ya Ahlil Baiti " tidak perlu bersusah payah untuk mengcopy-paste .
Karena file-nya dapat langsung didapat dalam bentuk E-Book . Silahkan download ....
Semoga bermanfaat .



Sirah Nabawiyah ,
Shafiyurrahman Al-Mubarakfury 
Untuk melihat , Klik DI SINI
Untuk Download , Klik DI SINI .


Sirah Nabawiyah Al-Bidayah Wan Nihayah
Untuk melihat , Klik DI SINI
Untuk Download , Klik DI SINI

Jangan lupa komentar , bila ada yang ingin ditanyakan ...


وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Malu Dalam Islam

By : Hakku


السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Hallo " Ya Ahlil Baiti ? "
Ini dia Posting yang ke-4 dengan Tema : " Malu Dalam Islam "

" Malu Dalam Islam "




I . Pengertian Rasa Malu dalam Islam


Malu adalah satu kata yang mencakup perbuatan menjauhi segala apa yang dibenci.[Lihat Raudhatul ‘Uqalâ wa Nuzhatul Fudhalâ' (hal. 53)]

Imam Ibnul Qayyim rahimahullâh berkata, “Malu berasal dari kata hayaah (hidup), dan ada yang berpendapat bahwa malu berasal dari kata al-hayaa (hujan), tetapi makna ini tidak masyhûr. Hidup dan matinya hati seseorang sangat mempengaruhi sifat malu orang tersebut. Begitu pula dengan hilangnya rasa malu, dipengaruhi oleh kadar kematian hati dan ruh seseorang. Sehingga setiap kali hati hidup, pada saat itu pula rasa malu menjadi lebih sempurna.

Al-Junaid rahimahullâh berkata, “Rasa malu yaitu melihat kenikmatan dan keteledoran sehingga menimbulkan suatu kondisi yang disebut dengan malu. Hakikat malu ialah sikap yang memotivasi untuk meninggalkan keburukan dan mencegah sikap menyia-nyiakan hak pemiliknya.’”[Madârijus Sâlikîn (II/270). Lihat juga Fathul Bâri (X/522) tentang definisi malu.]

Kesimpulan definisi di atas ialah bahwa malu adalah akhlak (perangai) yang mendorong seseorang untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang buruk dan tercela, sehingga mampu menghalangi seseorang dari melakukan dosa dan maksiat serta mencegah sikap melalaikan hak orang lain.[Lihat al-Haya' fî Dhau-il Qur-ânil Karîm wal Ahâdîts ash-Shahîhah (hal. 9).]

II. Keutamaan Rasa Malu


1). Malu pada hakikatnya tidak mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan. Malu mengajak pemiliknya agar menghias diri dengan yang mulia dan menjauhkan diri dari sifat-sifat yang hina.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

اَلْـحَيَاءُ لاَ يَأْتِيْ إِلاَّ بِخَيْـرٍ.

“Malu itu tidak mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan semata-mata.” (Muttafaq ‘alaihi)

Dalam riwayat Muslim disebutkan,

اَلْـحَيَاءُ خَيْرٌ كُلُّهُ.

“Malu itu kebaikan seluruhnya.”

[Shahîh: HR.al-Bukhâri (no. 6117) dan Muslim (no. 37/60), dari Shahabat ‘Imran bin Husain]

Malu adalah akhlak para Nabi , terutama pemimpin mereka, yaitu Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam yang lebih pemalu daripada gadis yang sedang dipingit.


2). Malu adalah cabang keimanan.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

 “Iman memiliki lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang. Cabang yang paling tinggi adalah perkataan ‘Lâ ilâha illallâh,’ dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu adalah salah satu cabang Iman.”

[Shahîh: HR.al-Bukhâri dalam al-Adâbul Mufrad (no. 598), Muslim (no. 35), Abû Dâwud (no. 4676), an-Nasâ-i (VIII/110) dan Ibnu Mâjah (no. 57), dari Shahabat Abû Hurairah. Lihat Shahîhul Jâmi’ ash-Shaghîr (no. 2800).]


3). Allah Azza wa Jalla cinta kepada orang-orang yang malu.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ حَيِيٌّ سِتِّيْرٌ يُـحِبُّ الْـحَيَاءَ وَالسِّتْرَ ، فَإِذَا اغْتَسَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَتِرْ.

“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla Maha Pemalu, Maha Menutupi, Dia mencintai rasa malu dan ketertutupan. Apabila salah seorang dari kalian mandi, maka hendaklah dia menutup diri.”

[Shahîh: HR.Abû Dawud (no. 4012), an-Nasâ-i (I/200), dan Ahmad (IV/224) dari Ya’la Radhiyallahu 'anhu]


4). Malu adalah akhlak para Malaikat.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

أَلاَ أَسْتَحْيِ مِنْ رُجُلٍ تَسْتَحْيِ مِنْهُ الْـمَلاَ ئِكَةُ.

“Apakah aku tidak pantas merasa malu terhadap seseorang, padahal para Malaikat merasa malu kepadanya.” [Shahîh: HR.Muslim (no. 2401)]


5). Malu adalah akhlak Islam.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ لِكُلِّ دِيْنٍ خُلُقًا وَخَلُقُ اْلإِسْلاَمِ الْـحَيَاءُ.

“Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak, dan akhlak Islam adalah malu.” [Shahîh: HR.Ibnu Mâjah (no. 4181) dan ath-Thabrâni dalam al-Mu’jâmush Shaghîr (I/13-14) dari Shahabat Anas bin Malik t . Lihat Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 940)]


6). Malu sebagai pencegah pemiliknya dari melakukan maksiat.

Ada salah seorang Shahabat Radhiyallahu 'anhu yang mengecam saudaranya dalam masalah malu dan ia berkata kepadanya, “Sungguh, malu telah merugikanmu.” Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

دَعْهُ ، فَإِنَّ الْـحَيَاءَ مِنَ الإيْمَـانِ.

“Biarkan dia, karena malu termasuk iman.”

[Shahîh: HR.al-Bukhâri (no. 24, 6118), Muslim (no. 36), Ahmad (II/9), Abû Dâwud (no. 4795), at-Tirmidzî (no. 2516), an-Nasâ-i (VIII/121), Ibnu Mâjah (no. 58), dan Ibnu Hibbân (no. 610) dari Ibnu ‘Umar radhiyallâhu ‘anhu.]

Abu ‘Ubaid al-Harawi rahimahullâh berkata, “Maknanya, bahwa orang itu berhenti dari perbuatan maksiatnya karena rasa malunya, sehingga rasa malu itu seperti iman yang mencegah antara dia dengan perbuatan maksiat.” [Fathul Bâri (X/522).]


7). Malu senantiasa seiring dengan iman, bila salah satunya tercabut hilanglah yang lainnya.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

اَلْـحَيَاءُ وَ اْلإِيْمَانُ قُرِنَا جَمِـيْعًا ، فَإِذَا رُفِعَ أَحَدُهُمَا رُفِعَ اْلاَ خَرُ.

“Malu dan iman senantiasa bersama. Apabila salah satunya dicabut, maka hilanglah yang lainnya.”

[Shahîh: HR.al-Hâkim (I/22), ath-Thabrâni dalam al-Mu’jâmush Shaghîr (I/223), al-Mundziri dalam at-Targhîb wat Tarhîb (no. 3827), Abû Nu’aim dalam Hilyatul Auliyâ’ (IV/328, no. 5741), dan selainnya. Lihat Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr (no. 3200).]


8). Malu akan mengantarkan seseorang ke Surga.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


اَلْـحَيَاءُ مِنَ اْلإِيْمَانِ وَ َاْلإِيْمَانُ فِـي الْـجَنَّةِ ، وَالْبَذَاءُ مِنَ الْـجَفَاءِ وَالْـجَفَاءُ فِـي النَّارِ.

“Malu adalah bagian dari iman, sedang iman tempatnya di Surga dan perkataan kotor adalah bagian dari tabiat kasar, sedang tabiat kasar tempatnya di Neraka.”[Shahîh: HR.Ahmad (II/501), at-Tirmidzî (no. 2009), Ibnu Hibbân (no. 1929-Mawârid), al-Hâkim (I/52-53) dari Abû Hurairah t . Lihat Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 495) dan Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr (no. 3199).]


III. Malu adalah Warisan Para Nabi Terdahulu

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Salllam Adalah Sosok Pribadi Yang Sangat Pemalu

Allah Azza wa Jalla berfirman :

"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah- rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk Makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya)[1228], tetapi jika kamu diundang Maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar" [Al-Ahzâb/ 33:53]

Abu Sa’id al-Khudri rahimahullah berkata,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشَدَّ حَيَاءً مِنَ الْعَذْرَاءِ فِـيْ خِدْرِهَا.

“Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam lebih pemalu daripada gadis yang dipingit di kamarnya.” [Shahîh: HR.al-Bukhâri (no. 6119).]

Imam al-Qurthubi rahimahullâh berkata, “Malu yang dibenarkan adalah malu yang dijadikan Allah Azza wa Jalla sebagai bagian dari keimanan dan perintah-Nya, bukan yang berasal dari gharîzah (tabiat). Akan tetapi, tabiat akan membantu terciptanya sifat malu yang usahakan (muktasab), sehingga menjadi tabiat itu sendiri. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memiliki dua jenis malu ini, akan tetapi sifat tabiat beliau lebih malu daripada gadis yang dipingit, sedang yang muktasab (yang diperoleh) berada pada puncak tertinggi.”[Fathul Bâri (X/522).]


IV. Malu Itu Ada Dua Jenis

1). Malu yang merupakan tabiat dan watak bawaan

Malu seperti ini adalah akhlak paling mulia yang diberikan Allah Azza wa Jalla kepada seorang hamba. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

اَلْـحَيَاءُ لاَ يَأْتِيْ إلاَّ بِخَيْرٍ.

“Malu tidak mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan.” [Shahîh: HR.al-Bukhâri (no. 6117) dan Muslim (no. 37)]

Malu seperti ini menghalangi seseorang dari mengerjakan perbuatan buruk dan tercela serta mendorongnya agar berakhlak mulia. Dalam konteks ini, malu itu termasuk iman. Al-Jarrâh bin ‘Abdullâh al-Hakami berkata, “Aku tinggalkan dosa selama empat puluh tahun karena malu, kemudian aku mendapatkan sifat wara’ (takwa).”[Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam (I/501).]

2). Malu yang timbul karena adanya usaha.

Yaitu malu yang didapatkan dengan ma’rifatullâh (mengenal Allah Azza wa Jalla ) dengan mengenal keagungan-Nya, kedekatan-Nya dengan hamba-Nya, perhatian-Nya terhadap mereka, pengetahuan-Nya terhadap mata yang berkhianat dan apa saja yang dirahasiakan oleh hati. Malu yang didapat dengan usaha inilah yang dijadikan oleh Allah Azza wa Jalla sebagai bagian dari iman. Siapa saja yang tidak memiliki malu, baik yang berasal dari tabi’at maupun yang didapat dengan usaha, maka tidak ada sama sekali yang menahannya dari terjatuh ke dalam perbuatan keji dan maksiat sehingga seorang hamba menjadi setan yang terkutuk yang berjalan di muka bumi dengan tubuh manusia. Kita memohon keselamatan kepada Allah Azza wa Jalla.[Lihat Qawâ’id wa Fawâ-id (hal. 181)]

Dahulu, orang-orang Jahiliyyah –yang berada di atas kebodohannya- sangat merasa berat untuk melakukan hal-hal yang buruk karena dicegah oleh rasa malunya, diantara contohnya ialah apa yang dialami oleh Abu Sufyan ketika bersama Heraklius ketika ia ditanya tentang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Abu Sufyan berkata,

فَوَ اللهِ ، لَوْ لاَ الْـحَيَاءُ مِنْ أَنْ يَأْثِرُوْا عَلَيَّ كَذِبًا لَكَذَبْتُ عَلَيْهِ.

Artinya :“Demi Allah Azza wa Jalla, kalau bukan karena rasa malu yang menjadikan aku khawatir dituduh oleh mereka sebagai pendusta, niscaya aku akan berbohong kepadanya (tentang Allah Azza wa Jalla).”[Shahîh: HR.al-Bukhâri (no. 7).]

Rasa malu telah menghalanginya untuk membuat kedustaan atas nama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam karena ia malu jika dituduh sebagai pendusta.


V . Konsikuensi Malu Menurut Syari’at Islam

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

 “Hendaklah kalian malu kepada Allah Azza wa Jalla dengan sebenar-benar malu. Barang-siapa yang malu kepada Allah k dengan sebenar-benar malu, maka hendaklah ia menjaga kepala dan apa yang ada padanya, hendaklah ia menjaga perut dan apa yang dikandungnya, dan hendaklah ia selalu ingat kematian dan busuknya jasad. Barangsiapa yang menginginkan kehidupan akhirat hendaklah ia meninggalkan perhiasan dunia. Dan barangsiapa yang mengerjakan yang demikian, maka sungguh ia telah malu kepada Allah Azza wa Jalla dengan sebenar-benar malu.” [Hasan: HR.at-Tirmidzi (no. 2458), Ahmad (I/ 387), al-Hâkim (IV/323), dan al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 4033). Lihat Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr (no. 935).]

A . Malu Yang Tercela

Qâdhi ‘Iyâdh rahimahullâh dan yang lainnya mengatakan, “Malu yang menyebabkan menyia-nyiakan hak bukanlah malu yang disyari’atkan, bahkan itu ketidakmampuan dan kelemahan. Adapun ia dimutlakkan dengan sebutan malu karena menyerupai malu yang disyari’atkan.”[26] Dengan demikian, malu yang menyebabkan pelakunya menyia-nyiakan hak Allah Azza wa Jalla sehingga ia beribadah kepada Allah dengan kebodohan tanpa mau bertanya tentang urusan agamanya, menyia-nyiakan hak-hak dirinya sendiri, hak-hak orang yang menjadi tanggungannya, dan hak-hak kaum muslimin, adalah tercela karena pada hakikatnya ia adalah kelemahan dan ketidakberdayaan. [Lihat Qawâ’id wa Fawâid (hal. 182)]

Di antara sifat malu yang tercela adalah malu untuk menuntut ilmu syar’i, malu mengaji, malu membaca Alqur-an, malu melakukan amar ma’ruf nahi munkar yang menjadi kewajiban seorang Muslim, malu untuk shalat berjama’ah di masjid bersama kaum muslimin, malu memakai busana Muslimah yang syar’i, malu mencari nafkah yang halal untuk keluarganya bagi laki-laki, dan yang semisalnya. Sifat malu seperti ini tercela karena akan menghalanginya memperoleh kebaikan yang sangat besar.

Tentang tidak bolehnya malu dalam menuntut ilmu, Imam Mujahid rahimahullah berkata,

لاَ يَتَعَلَّمُ الْعِلْمَ مُسْتَحْيٍ وَلاَ مُسْتَكْبِـرٌ.

Artinya : “Orang yang malu dan orang yang sombong tidak akan mendapatkan ilmu.” [Atsar shahîh: Diriwayatkan oleh al-Bukhâri secara mu’allaq dalam Shahîh-nya kitab al-‘Ilmu bab al-Hayâ' fil ‘Ilmi dan Ibnu ‘Abdil Barr dalam al-Jâmi’ bayânil ‘Ilmi wa Fadhlihi (I/534-535, no. 879).]

Ummul Mukminin ‘Âisyah radhiyallâhu ‘anha pernah berkata tentang sifat para wanita Anshâr,

نِعْمَ النِّسَاءُ نِسَاءُ اْلأَنْصَارِ ، لَـمْ يَمْنَعْهُنَّ الْـحَيَاءُ أَنْ يَتَفَقَّهْنَ فِـي الدِّيْنِ.

Artinya : “Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshâr. Rasa malu tidak menghalangi mereka untuk memperdalam ilmu Agama.” [Atsar shahîh: Diriwayatkan oleh al-Bukhâri dalam Shahîhnya kitab al-‘Ilmu bab al-Hayâ' fil ‘Ilmi secara mu’allaq.]

Para wanita Anshâr radhiyallâhu ‘anhunna selalu bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam jika ada permasalahan agama yang masih rumit bagi mereka. Rasa malu tidak menghalangi mereka demi menimba ilmu yang bermanfaat.

Ummu Sulaim radhiyallâhu ‘anha pernah bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ! Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak malu terhadap kebenaran, apakah seorang wanita wajib mandi apabila ia mimpi (berjimâ’)?” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Apabila ia melihat air.”[Shahîh: HR.al-Bukhâri (no. 130) dan Muslim (no. 313).]


B .  Wanita Muslimah Dan Rasa Malu

Wanita Muslimah menghiasi dirinya dengan rasa malu. Di dalamnya kaum muslimin bekerjasama untuk memakmurkan bumi dan mendidik generasi dengan kesucian fithrah kewanitaan yang selamat. Al-Qur-anul Karim telah mengisyaratkan ketika Allah Ta’ala menceritakan salah satu anak perempuan dari salah seorang bapak dari suku Madyan. Allah Ta’ala berfirman,

“Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua perempuan itu berjalan dengan malu-malu, dia berkata, ‘Sesungguhnya ayahku mengundangmu untuk memberi balasan sebagai imbalan atas (kebaikan)mu memberi minum (ternak kami)…” [Al-Qashash: 25]

Dia datang dengan mengemban tugas dari ayahnya, berjalan dengan cara berjalannya seorang gadis yang suci dan terhormat ketika menemui kaum laki-laki; tidak seronok, tidak genit, tidak angkuh, dan tidak merangsang. Namun, walau malu tampak dari cara berjalannya, dia tetap dapat menjelaskan maksudnya dengan jelas dan mendetail, tidak grogi dan tidak terbata-bata. Semua itu timbul dari fithrahnya yang selamat, bersih, dan lurus. Gadis yang lurus merasa malu dengan fithrahnya ketika bertemu dengan kaum laki-laki yang berbicara dengannya, tetapi karena kesuciannya dan keistiqamahannya, dia tidak panik karena kepanikan sering kali menimbulkan dorongan, godaan, dan rangsangan. Dia berbicara sesuai dengan yang dibutuhkan dan tidak lebih dari itu.

Adapun wanita yang disifati pada zaman dahulu sebagai wanita yang suka keluyuran adalah wanita yang pada zaman sekarang disebut sebagai wanita tomboy, membuka aurat, tabarruj (bersolek), campur baur dengan laki-laki tanpa ada kebutuhan yang dibenarkan syari’at, maka wanita tersebut adalah wanita yang tidak dididik oleh Al-Qur-an dan adab-adab Islam. Dia mengganti rasa malu dan ketaatan kepada Allah dengan sifat lancang, maksiat, dan durhaka, merasuk ke dalam dirinya apa-apa yang diinginkan musuh-musuh Allah berupa kehancuran dan kebinasaan di dunia dan akhirat. Nas-alullaah as-salaamah wal ‘aafiyah.[Lihat al-Wâfi fî Syarh al-Arba’în an-Nawawiyyah (hal. 153)]

Setiap suami atau kepala rumah tangga wajib berhati-hati dan wajib menjaga istri dan anak-anak perempuannya agar tidak mengikuti pergaulan dan mode-mode yang merusak dan menghilangkan rasa malu seperti terbukanya aurat, bersolek, berjalan dengan laki-laki yang bukan mahram, ngobrol dengan laki-laki yang bukan mahram, pacaran, dan lain-lain. Para suami dan orang tua wajib mendidik anak-anak perempuan mereka di atas rasa malu karena rasa malu adalah perhiasan kaum wanita. Apabila ia melepaskan rasa malu itu, maka semua keutamaan yang ada padanya pun ikut hilang.


C .  Buah Dari Rasa Malu

Buah dari rasa malu adalah ‘iffah (menjaga kehormatan). Siapa saja yang memiliki rasa malu hingga mewarnai seluruh amalnya, niscaya ia akan berlaku ‘iffah. Dan dari buahnya pula adalah bersifat wafa' (setia/menepati janji).

Imam Ibnu Hibban al-Busti rahimahullaah berkata, “Wajib bagi orang yang berakal untuk bersikap malu terhadap sesama manusia. Diantara berkah yang mulia yang didapat dari membiasakan diri bersikap malu adalah akan terbiasa berperilaku terpuji dan menjauhi perilaku tercela. Disamping itu berkah yang lain adalah selamat dari api Neraka, yakni dengan cara senantiasa malu saat hendak mengerjakan sesuatu yang dilarang Allah. Karena, manusia memiliki tabiat baik dan buruk saat bermuamalah dengan Allah dan saat berhubungan sosial dengan orang lain.

Bila rasa malunya lebih dominan, maka kuat pula perilaku baiknya, sedang perilaku jeleknya melemah. Saat sikap malu melemah, maka sikap buruknya menguat dan kebaikannya meredup. [Raudhatul ‘Uqalâ wa Nuzhatul Fudhalâ' (hal. 55).]


Beliau melanjutkan, “Sesungguhnya seseorang apabila bertambah kuat rasa malunya maka ia akan melindungi kehormatannya, mengubur dalam-dalam kejelekannya, dan menyebarkan kebaikan-kebaikannya. Siapa yang hilang rasa malunya, pasti hilang pula kebahagiaannya; siapa yang hilang kebahagiaannya, pasti akan hina dan dibenci oleh manusia; siapa yang dibenci manusia pasti ia akan disakiti; siapa yang disakiti pasti akan bersedih; siapa yang bersedih pasti memikirkannya; siapa yang pikirannya tertimpa ujian, maka sebagian besar ucapannya menjadi dosa baginya dan tidak mendatangkan pahala. Tidak ada obat bagi orang yang tidak memiliki rasa malu; tidak ada rasa malu bagi orang yang tidak memiliki sifat setia; dan tidak ada kesetiaan bagi orang yang tidak memiliki kawan. Siapa yang sedikit rasa malunya, ia akan berbuat sekehendaknya dan berucap apa saja yang disukainya.” [Ibid (hal. 55).]
 

- Copyright © لإسلام هو أكثر من مذهلة - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -